vendredi 22 juillet 2011

Tokyo Behind the Snow part 2 :D

     Aku menggigit bibir dan memilin tangan dengan resah. Oke, Naomi, tenangkan dirimu! Kau kan, sudah jutaan kali berpengalaman menjadi murid baru, masa yang seperti ini saja kau canggung?
     Aku akhirnya melangkah masuk setelah lima menit penuh kebimbangan menatap papan kelas VIII-C di depan sebuah kelas dengan penghangat ruangan. Suasana di sini ramai. Banyak yang sedang bergerombol, sedang bergosip, atau sekadar menghangatkan diri di lembutnya kursi.
     Dengan tubuh mulai rileks, aku berjalan menuju sebuah kursi di ujung, dan melemparkan tasku ke sana. Aku menyender ke tembok dan mulai membaca buku. Jujur, aku bukan tipikal orang yang pintar bergaul pada hari pertama perkenalan. Jadi, maklum saja kalau aku agak kaku dan canggung saat orang-orang yang tak kukenal melempar senyum padaku.
     Aku menggigit bibir dengan tidak nyaman. Di sini, mayoritas murid memiliki rambut hitam dengan mata sipit, tidak seperti denganku. Rambutku coklat gelap dengan mata besar. Mata yang kuanggap spesial. Kelopaknya kuwarisi dari ayah, sedangkan bola matanya yang coklat hazel kuperoleh dari mendiang ibuku. Well, aku mulai melantur.
     Aku menegakkan diri lagi saat seorang wanita yang kuprediksi baru kepala empat, masuk ke kelas dengan setumpuk buku, disusul dua orang cowok yang... lumayan. Sebelumnya aku tak pernah menganggap orang Jepang menarik, tapi salah satu dari mereka menarik perhatianku.
     Lamunanku buyar saat sang wali kelas baru melantunkan salam dalam bahasa Jepang dan dengan tergagap-gagap aku mengikuti intonasi lancar teman-temanku. Huh, kadang aku tak mengerti kata ejaan semudah "konichiwa" bisa berubah menjadi kata sulit penuh tekanan tinggi seperti itu.
     "Nah, bagaimana kalau sekarang, kita terapkan sistem belajar baru? Mulai sekarang, tempat duduknya akan diatur sesuai absen. Dan, kita bisa mulai denganmu, Asami Kazuto."
     Diatur tempat duduk? Dan kemungkinan akan sebangku dengan cewek ganjen menyebalkan yang akan berhenti di depan sebuah mobil untuk bercermin pada kacanya?
     Oh lord.
     "Ya, dan kita sampai pada.... Miura. Miura Naomi," kacamata Bu Nishimura nyaris merosot di hidungnya yang... pesek. Aku tak bisa menemukan kata lain selain itu.
     Bu Nishimura tersenyum dan aku membalas senyumnya dengan aliran listrik seribu watt. Bu Nishimura mengernyit kemudian bertanya, "Kau anak baru, Nona Miura?"
     Aku berusaha melincahkan lidahku.
     "Errr, ya, begitulah."
     "Pindahan dari Jerman?" tanya Bu Nishimura lagi, setelah membaca buku absennya.
     "Kira-kira seperti itu," aku memiringkan kepala.
     Bu Nishimura tersenyum. "Kau murid baru dan cantik, dan sungguh beruntung. Angkat tasmu dan beri salam pada Nakagawa Kenichi."
     Aku hanya mengerjapkan mata. Ke... Kenichi? Itu nama cowok, kan?
     Oke, satu hal yang harus kalian tahu tentangku adalah, aku adalah orang yang moody dan tidak suka diganggu. Bagaimana mungkin aku bisa akrab dengan makhluk sejenis "cowok" bila mereka tak pernah melewatkan sedetik pun waktu tanpa mengganggu kami, para cewek?
     Tapi itu urusan lain. Sekarang seseorang menggeser meja kemudian duduk di sampingku. Aku hanya menyenderkan kepala ke tembok seperti orang salah bantal, sampai akhirnya sebuah tangan menjulur kepadaku.
     "Kau dari luar Jepang?"
     Aku menoleh dan sikuku nyaris tergelincir melihat "target menarik" yang tadi masuk ke kelas di belakang Bu Nishimura duduk di sampingku. Ia tinggi dan berambut cepak, kulitnya putih kekuningan, dan lesung pipi di pipi kanannya membuat tanganku gatal untuk mencubitnya sekali saja. Oke Naomi, kendalikan dirimu.
     "Ya," jawabku, berusaha tersenyum. Bisa gawat kalau belum apa-apa aku bertingkah layaknya orang bodoh di hadapan cowok yang baru sekali menyapaku.
     Ia tertawa. "Pantas saja aksenmu lain."
     Aku melotot dan penilaianku terhadapnya berkurang satu poin.
     "Setidaknya aku sudah berusaha," tukasku tersinggung.
     "Bukan begitu maksudku. Maksudku, kautahu sendiri, lah. Lidah orang Eropa beda dengan lidah orang Asia."
     Aku menyipitkan mata.
     "Dan mata orang Eropa juga beda dengan mata orang Jepang," tandas Kenichi, menyelesaikannya diiringi senyuman.
     "Tentu saja," aku menanggapinya dengan ketus, "ibuku orang Jerman dan ayahku Jepang-Indonesia, jadi maklumi saja kalau hanya ada sedikit darah Jepang yang mengalir dalam tubuhku. Kautahu, semua orang berkata aku hebat karena mampu menguasai bahasa Jepang dalam tiga minggu pertama awal semesterku di sekolah."
     Kenichi mengerjap. "Jadi, menurutmu kau lebih mahir dengan bahasa lain, begitu?"
     "Bukannya bermaksud sombong," aku menggerakkan kakiku dengan tak nyaman, "tapi jujur saja, ya. Kau harus tahu bahwa Bahasa Inggris, Jerman, dan Indonesia-ku amat lancar tanpa cela. Aku bahkan selalu mendapat nilai A+ dalam pelajaran budaya karenanya."
     Kriiing! Ceritaku tersela oleh bel yang berdentang. Kenichi tersenyum menatapku, kemudian mengulurkan tangan.
     "Senang mengenalmu, Miura Naomi," ia menundukkan bahu sedikit, "sepertinya kau gadis yang cerdas dan menarik, dan kau harus tahu kadang otakku bebal. Jadi, mohon bantuannya untuk semester ini."
     Kenichi berdiri, menepuk bahuku, kemudian melangkah keluar kelas. Aku hanya memandanginya dengan tatapan tidak percaya.

-to be continued:)

Alhamdulillah, tadi ngeliat ke fansite Pink Berry Club di Facebook, dan surprised banget ngeliat Fantastic Five mejeng di profile picture PBC. Aaaa finally terbit juga Ya Allah :D

mardi 19 juillet 2011

Tokyo Behind the Snow part 1 :D

     Gadis itu berdiri di depan gerbang dengan pashmina melilit lehernya. Ia menenteng tas jinjing putih dengan pita dan berulang kali ia menggosok-gosokkan telapak tangannya yang tidak berlapiskan sarung tangan. Rambutnya hitam bergelombang, sejengkal melewati bahu. Alisnya tebal, hidungnya mancung, dan bibirnya penuh.
     Satu hal yang menarik dari gadis itu adalah matanya. Nggak seperti kebanyakan orang Jepang yang bermata sipit, mata gadis itu lebar, persis kelopak bunga matahari yang mekar di musim semi. Berulang kali kuperhatikan, ia terus melirik arlojinya dengan cemas. Mungkin, menunggu seseorang?
     Ah, tapi toh itu bukan urusanku. Sambil menggeleng, aku masuk ke dalam gerbang dari sisi yang berjauhan dengan si mata besar supaya dia tidak menyadari kalau sedari tadi aku tak bisa melepaskan mataku darinya. Aku merapatkan jaket dan menghembuskan nafas, yang langsung menjelma menjadi uap di dinginnya suhu musim dingin di Tokyo. Sialan, kenapa aku sampai lupa bawa pashmina ekstra?
     "Hei, Kenichi!" teriak seseorang sambil menepuk bahuku.
     Aku mengedikkan kepala dengan jengkel. Ishikawa Riku, sang ketua OSIS. Ia berdiri di belakangku dengan tangan kanan dimasukkan ke saku jaket dan tangan kiri memegang bola basket.
     "Pagi-pagi sudah melamun! Tangkap ini, sobat!" seru Riku rese, melemparkan bola basket ke tanganku. Dengan gesit aku menangkapnya, kemudian sambil memutar mata, aku melepaskannya lagi.
     "Hei, hei, ada apa dengan sang kapten?" sambar Riku, mengejarku yang mulai masuk ke koridor kelas.
     "Tidak ada apa-apa, Riku, aku hanya capek. PR Matematikamu mana? Ada yang belum selesai kukerjakan," tukasku enggan.
     "Aaah, aku tahu..." Riku mengabaikan taktik pengalihan perhatian yang barusan, kemudian berjalan sejajar denganku, "pasti karena dia, kan? Suzuki?"
     Aku mendecakkan lidah dengan jengkel. "Tidak ada hubungannya dengan Marika. Lagi pula, kenapa sih kau ini, tiap kali ada kesempatan untuk menyebut nama Marika, kau melakukannya. Jangan-jangan kau menyukainya?"
     "Jangan marah, sobat. Cewekmu itu memang cantik, tapi dia bukan tipeku," Riku menggeleng serius, kemudian merangkulku, "lagi pula, bukankah sudah bisa dipastikan kau yang akan mengencaninya?"
     "Entahlah," aku menggaruk rambut, "maksudku, dia tidak terlalu suka sejak aku mulai sibuk dengan latihan. Dasar manja."
     Riku terkekeh. "Bukankah memang begitu sifat dasar cewek? Manja, maunya apa-apa yang mereka inginkan segera terpenuhi, maksudku.... Hai, Harada."
     Aku tak bisa menahan diri untuk mendengus. Riku bodoh. Dia kadang berargumen soal cinta panjang-kali-lebar-sama-dengan-tinggi, tapi dia sendiri paling mudah dijatuhkan oleh wanita. Tapi kalau Harada Sakura sih, yah, aku bisa maklum.
     "Ngomong-ngomong, sobat," Riku men-drible bola beberapa kali, "tak tahukah kau, akan ada murid baru di kelas kita?"
     Nah, topik yang ini juga sama sekali tak membangkitkan gairahku. Maka dengan malas aku hanya bertanya, "Ya?"
     "Well, aku nggak tahu dia seperti apa, tapi Bu Ishida bilang dia cewek," Riku menyikutku. "Dan dia murid pindahan dari Indonesia, blasteran Jepang-Jerman. Ha!"
     Tunggu dulu, Indonesia? Entah kenapa bayangan gadis bermata lebar di depan gerbang tadi langsung muncul di benakku begitu kata itu tercetus dari mulut Riku. Bukankah rata-rata mata orang Indonesia lebar-lebar semua?
     "Dia dari Indonesia?" tanyaku tak yakin.
     "Ya, sama dengan ayahku," sahut Riku biasa.
     Kedua alisku sontak menaik. Jadi, cewek yang kulihat di depan gerbang tadi anak baru dan dia pindahan dari Indonesia? Menarik. Mungkin?
     Aku baru akan masuk ke kelas ketika tiba-tiba Riku menyikutku dengan wajah sarat ledekan. Lamunanku kontan buyar dan aku menoleh.
     Suzuki Marika melenggang di koridor dengan langkah kaki santai. Ia memakai seragam, dilapisi sweter pink rose. Rambutnya yang hitam ikal berkibaran dan ia melingkarinya dengan bandana pink tua yang sewarna dengan sweternya. Bola matanya yang hitam berkedip-kedip perih terkena udara menusuk. Pipinya memerah karena dingin.
     "Hai, Suzu," sapa Riku sopan.
     Marika menoleh dan tersenyum lebar. "Hai, Riku," kemudian ia menatapku yang terpaku dan kembali tersenyum, "dan halo, Ken."
     Aku tersenyum dengan syaraf yang seolah-olah meleleh. Tiap kali aku bertatapan dengannya, aku merasa seolah tulang-tulangku terbuat dari agar-agar. Dan tak butuh sedetik bagiku untuk membalas senyumnya.
     "Marika," panggilku, buru-buru menyusulnya, "mau ke mana kau?"
     Marika tersenyum geli. "Hanya ke ruang loker. Aku harus menyimpan tasku dulu."
     "Oh," gumamku kecewa, mengetuk-ngetukkan ujung sepatuku ke lantai.
     "Jadi... sampai jumpa, Ken."
     Si kembang SMP Nakagashi memamerkan senyumnya yang paling mempesona, dan aku merasa tak pantas untuk membalasnya. Jadi yang bisa kulakukan hanyalah menatap langkah kakinya yang berjalan menjauh dengan segumpal perasaan ganjil.
     Aku memang menyukai Marika, sejak kelas satu. Jadi, apa yang salah?

-to be continued:)

lundi 4 juillet 2011

Wonderful vacation

Hulaaa, kalian semua! Anda kangen sama saya? Huehue, kali ini gue bakalan ngepost soal liburan gue selama dua hari di vila. Yuk, yuk, baca!

Kisah Sang Narsismania >,<
Well, begini, vila gue terletak di kompleks Bumi Sakinah Lestari, blok A nomor 3. Wkwk, berangkat dari rumah jam sembilan, gue nyampe sono jam setengah sebelasan lah. Begitu saya turun dari mobil, teng tereng tenteng... AYO KITA SERBU WARUNGNYA OPUNG! Haha, kalo kalian nggak tau Opung itu siapa, itu adalah sebutan gue buat penjual mi, es kelapa, dan makanan ringan lainnya yang mangkal di seberang kompleks. Di sana, kita ngaso dulu deh, minum es kelapa.
...satu menit kemudian

"Yah, fotoin aku, dong!" seru gue sambil ngelambai-lambain HP. Menurut gue ini adalah momen langka, jadi setiap detiknya harus difoto. Abis, bokap gue kerja mulu, sih. Akhirnya, bokap gue ngambil HP dan kita foto-foto bareng. Cheers!

Kerja Rodi -> Habis Terang Terbitlah Gelap
Sumpah deh ya, gue nggak ngerti kenapa bokap-nyokap gue itu peka banget sama kebersihan, especially bokap. Buktinya, gue masih jetlag aja, udah disuruh bangkit terus bersih-bersih vila dulu. Maklum sih, terakhir kali gue ke sini itu tujuh bulan lalu, jadi secara nggak langsung ni vila lebih mirip kandang nyamuk dan kampung halaman burung-burung yang suka pup sembarangan. Ups, tapi kata Mama gue, kalo banyak burung masuk, itu artinya banyak rezeki. Gue sih ngaminin doang.

Satu hal yang kadang nggak gue ngerti dari tetangga-tetangga gue adalah... mereka ngoceh pake bahasa apaaaa?! Oh my GOD, demi gunung, laut, dan samudraaa~ GUE TOTALLY SPEECHLESS tiap kali mereka nanyain gue pake bahasa planet. Ah, uh... untuk yang satu ini gue bener-bener nggak bisa komen, gue bener-bener nggak habis pikir. Maksud gue, Bogor ke Jakarta seberapa jauh, sih? Ngesot juga nyampe. Apa mereka nggak memahami tindak-tanduk mereka yang bikin orang kota seperti gue ceming tak berarah seperti ini, merupakan salah satu bentuk kriminalisme?

Oke, yang di atas tadi memang agak lebai.

Tapi sumpah, gue bener-bener nggak ngerti apa yang mereka omongin. Pokoknya ada "haruing-haruing (?)" dan sejenisnya yang sempet gue denger.

Pertanyaan nomor 2:
Apakah "haruing-haruing" itu?

Terus bokap gue nyeletuk, "Kak, mereka itu ngomong pake bahasa Sunda."
Wedeee, Bahasa Sunda? *Nyiapin tali* *Gantung diri*

Baiknya Bang Ganteng
Belom ada beberapa menit gue nyantai sambil makan camilan, tiba-tiba HP gue geter. Drt, drt... Pas gue baca dari siapa, nggak taunya dari Riza. Ada apakah gerangan Bang Ganteng-nya Rani ini meng-SMS?

Waktu gue baca SMS-nya sekilas, gue rada terpaku dan surprised. Ternyata Riza anak Billabong! :O

Oke, mungkin kalian bingung dengan Bold dan Underline di atas. Jadi begini, ada dua hal yang bikin gue cekat-cekot. Pertama, perumahan Billabong adalah kompleks perumahan yang nggak jauh-jauh amat dari kompleks gue. Kedua, rumah-rumah Billabong adalah investasi kaum jetset dan harganya berkisar 1.5-2 M.

Waktu gue nyaris stroke baca SMS-nya, Riza nge-reply.
"Itu vila gue doang, Cha. C'mon, ke sini aja. Gue sama anak-anak udah ngumpul. Ada Fadel  juga lho..."

Gue langsung curiga. Sebegitu sayangnyakah temen-temen gue ke gue, sampe-sampe gue liburan aja dibuntutin?

Tapi no need to think longer, gue langsung ngacir dan nyegat angkot di depan kompleks buat ke Billabong. Kebetulan Billabong-nya ini Billabong yang gue kenal. Waktu gue masuk gerbangnya, hal pertama yang gue pikirin adalah, apa pantes sendal jepit butut gue ini nginjekin kaki di tanah impian kayak gini?

Rumah-rumah mewah berjejer dan seolah-olah say hello ke gue. Arsitekturnya, cin! Keren gewla! Gue pasti bakalan nyasar kalo aja nggak ada suara yang gue kenal neriakkin nama gue.

Siapa itu? Apakah salah satu pemilik rumah tertarik untuk memberikan rumahnya secara cuma-cuma ke gue?

Oh bukan. Ternyata Fadel ;>

Dia teriak-teriak dari sebuah rumah bergaya Victoria modern. Langsung aja gue lari ke dia. Jadi... ini dia rumahnya Riza? Oh lord....

Taman bunganya luasss banget, ngingetin gue sama taman bunganya si Beast di Beauty and the Beast. Rumahnya juga nggak kalah bagus dari rumah-rumah yang ada di sinetron-sinetron penyiksaan. Sebelum gue sempet ngiler, Fadel udah narik gue masuk ke dalem vila Riza.

Nggak heran deh ya kalo "pacar-pacar"-nya Riza itu iPhone, iPad, Fixie, SLR, nggak heran.... Emang sih dia anak orang kaya, cuma nggak pernah gue kira aja dia setajir ini. Guess what? Temen-temen gue yang lain lagi pada swimming-swimming di kolem renang di belakang rumahnya.

Begitu ngeliat kedatangan gue, Tara Hoyos-Martinez (?), mereka langsung berenti dan menyambut. Gue ditawarin renang juga, cuma, satu, baju renang gue ada di vila. Kedua, tadi pas gue wudhu aja, airnya dingiiinnn abis!

So, gue cuma nyeburin kaki doang, itu juga udah menggigil. Fadel dan Riza yang juga ogah berenang, juga cuma nyeburin kaki. Setelah beberapa jam bermain air (bahasanya), perut gue kriuk-kriuk keroncongan.

Di deket vila Riza ada kayak "food court alam terbuka" gitu. Jadi kayak ada restoran, cuma restorannya di atas saung! Kami langsung menyerbu. Untung ya, untuuung banget gue bawa duit. Tapi setelah selesai makan, Riza malah nraktir kita pake credit card ibunya. Ck. Baiknya Bang Ganteng~ ^,<

Clubbing dalem angkot~ yoo.. yo..
Malamnya, gue udah kelaperan lagi. Karena bokap nggak tega ngeliat anaknya kuyu begini, akhirnya gue diajak ke restoran soto betawi yang nggak jauh dari sini. Soto? Wedeh, gue mah mau abis! Tancapppp!

Kami memutuskan buat naik angkot (angkot lovers).

samedi 2 juillet 2011

Beautiful Place ^^




It all about some countries and some places in Europe. I wish someday I can explore them :)

Narsis :P




Random awesome!




Kadang suka risih sendiri kalo di Twitter ada orang mulutnya ngejeplak sampe kelewatan ._.v kalo di-unfoll takut jadi masalah -_-

Coker dan Ceker dari Negeri Dongeng (?)

Mm, coker coker yoo yoo, kalian pasti tahu kepanjangannya. Cowok keren. Tapi kalo ceker, what is that? Well, ceker itu singkatan dari cewek keren. Wkwk, gue punya temen yang unik, rupawan, dengan berbagai sifat dan kepribadian. Karena gue lagi kangen mereka, gue pengin nge-post tentang mereka. Siapa aja, sih? Just check it out!

1. Sila
Wes yang ini mah sohib gue banget yak, haha, dari SD malah. Arshila Kanya Arnandamaleta Putri *namanya $/+%~)(?;@#! ye* ini pinter banget olahraga. Dia kan ikut ekskul cheers di sekolahnya. Temen gue yang satu ini jago banget split, push up, dan apalah itu olahraga kelenturan tubuh. Dari dulu gue envy sama rambutnya, item berombak gitu. Matanya rada sipit, maklum, nenek doi orang Kamboja. Bibir Sila kayak pink gitu warnanya. Cantikbgtlah. Kelemahannya, kadang-kadang dia suka telmi, suka lemot, sampe-sampe temen cowok gue sering ngusilin dia. Yah, mau gimana lagi....

2. Nadyla
Just call her Dilla! Wk kalo kata Fadel, Dilla itu kependekan dari "dikit gila". Mm, emang nggak salah karena temen gue yang satu ini emang kalo udah kumat, obat apapun nggak bakal mempan nyembuhin dia! Rambut Nad (kadang gue manggil dia gitu) agak berombak, mirip rambutnya Selgom. Muka? Jauhhhh! Haha justki. Nadyla cantik kok orangnya. Malah kata Dekha, muka Nad mirip sama Asmirandah. Ya mirip dikit, sih. Oh iya, Nad ini bijak abis, mirip sama salah tokoh novel karangan gue. Makanya nama Nadyla, Nadyla Fahrani, gue jadiin dua nama di belakang nama tokoh gue itu. Wokokok~

3. Rani
Wets ini sohib gue banget juga, hampir dari SD. Kenalkan, Maharani Nur Ayudya. Rambut Rani item lurus sebahu, agak mirip sama rambut gue, cuma dia lebih pendek. Kulitnya sawo matang, kulit orang Indonesia asli dong! Satu hal tentang Rani, bulu matanya, kagak tau dikasih maskara apa, tebel dan lentik banget deh! Bibirnya penuh + punya lesung pipi di pipi kiri. Di antara gue, Dilla, Sila, dia yang paling tinggi. Bisa ngebayangin?

4. Fadel
Wedeh sang kapten! -_-  Fadel Andrea Lazuardi, sohib gue banget nih cowok yang satu ini, walau pertama kita ketemu, kita udah kayak kucing sama tikus. Fadel tinggi, rambutnya rada cepak, kurus, dan sebagai kapten tim basket sekolahnya, dia harus menjaga image. Jago banget bahasa Inggris, lidahnya lancar Bahasa Jerman, dan Bahasa Spanyol-nya tanpa cela. Maklum, bokapnya kan diplomat dan nyokapnya kerja di luar. Dia juga jenius main gitar, nyanyi, dan bikin puisi. Karena sifatnya mirip, dia gue masukin juga dalam novel, tapi namanya gue samarin jadi Ello Rivaldi Aryanto. Errr, kata orang gue sama dia "jodoh" soalnya kami banyak kesamaan, sering satu selera, dan yang aneh, tanggal lahirnya 06-05-97, gue 12-10-97. Dia juga pernah sih jadian sama gue dan tanggal jadian kita 02-02-10. 12 : 06 = 02, 10 : 05 = 02 =,="

5. Riza
Wedeh Bang Ganteng. Wokwow dia nih cowok terganteng di antara empat cowok temen gue. Muka Riza rada bule gitu, pake kacamata, behel, dan banyak temen gue nyama-nyamain dia sama Logan Lerman, padahal sih menurut gue jauh -___- Riza selalu jadi wakil ketua kelas gitudei haha, emang dia berjiwa leader sih. Suaranya bagus pisan dan sering bikin cewek klepek-klepek. Dia juga gue masukin dalem novel, cuma namanya diubah jadi Farrel. Tau yang unik dari Riza? Nama lengkapnya Muhammad Ariesza Putra, Aries-Za, padahal dia lahir tanggal 31 Juli. Ckckck....

6. Dekha
Wede pacarnya Nadyla -_-. Ea si Dekha Pramudya Septa ini juga temen gue jadi SD. Tanggal lahir Dekha spesial lho, malah sama kayak tanggal lahir presiden RI, 09-09, cuma beda sehari sama Sila yang lahir tanggal 10. Wkwk dia anaknya baik dan pinter, pinter masak pula. Jago fotografi.

7. Yogy
Hwahaha, yang ini, darah seninya kuat sob! Pinter main gitar, piano, bass, drum, dan kalo kalian percaya, dia juga mahir main biola. Hobinya banyak dan bikin dia jadi multitalent. Dia bisa taekwondo, berkuda, memanah, renang, basket, bowling, golf, dan pinter main yoyo. Flawless kan? Saking flawless-nya, dia sering gonta-ganti pacar dan dijulukin PLAYBOY CAP KACANG ATOM. Hah tapi kalo lagi baik, dia ini angel banget lho -.- Orangnya adil dan jujur.