lundi 12 novembre 2012

Manis Asem Asin Jadi Orang Indonesia

Jadi, beberapa jam sebelum gue nulis post ini, gue terlibat "konflik". Nggak bisa dibilang konflik juga sih, tapi lumayan bikin sewot.

Errr, jadi gue baru kenalan sama cowok via Omegle. Tau kannn Omegle itu apaaa? Kalo nggak tau, errr, berarti Anda masih di bawah umur dan sering nonton Dora. Oke, balik ke cerita. Si cowok Omegle ini, asalnya dari Edinburgh, umur tujuh belas, namanya Marlin *ini nggak disamarkan lho namanya* dan entah kenapa mengingatkan gue pada bokapnya Nemo.

Kira-kira dua puluh menit kita ngechat. Gue cerita banyaaak ke dia. Mulai tentang Si Bocah Aussie yang recently getting closer ke gue, tentang guru Bahasa Inggris yang ngatain gue sesat, sampe tentang temen gue yang naksir Pak Tunggul, guru Fisika terkece di 70 (pas gue cerita ini, si Marlin bilang, "I can't see why you laughed at her. It's ordinary, standard. Here in my town, we don't feel awkward to talk bout lovey dovey things with our teachers.")

Nahhh setelah beberapa lama, dia ngajakin gue VideoChat. Gue merasa oke aja karena gue lagi home-alone. Lagian kan, sapa tau dia ternyata Robert Pattinson yang menyamar *ketauan jomblonya~*

Lalu gue klik "Turn to video chat".

Jengjreng........

"Hi, pal!" sapa gue sok asik begitu mukanya Marlin nongol di pojok kanan bawah. Padahal hati gue lagi jleb parah. Marlin ternyata nggak pale-skinned atau punya bibir seksi, rambut rapi, dan mata tajem kayak Edward Cullen, tapi rambutnya rada jebrak, pokoknya ngingetin gue sama Simon si mantannya Adele itu deh. Tapi mukanya baik dan matanya hijau. Ini pertama kalinya gue ngeliat bule bermata hijau langsung!!!

*hapus kalimat lebai terakhir*

Oke. Begitu gue ngeliat dia dan dia ngeliat gue, dia ngetik, "Wowww, you don't look like Asian at all!"

Gue: "So what do I look like, you think?"
Marlin: "I have no idea at all. When you mentioned 'Indonesia', I know it's a huge part of Asia and when I thought about Asia, Japan was on mind."
Gue: *diem* "Well, Japan and Indonesia are pretty far, though."
Marlin: "I know it, babe." *gue langsung loncat dan nge-capture yang barusan* "Hey, how old r u anyway?"
Gue: "Me? I've turned 15 last October:))"
Marlin: "Are you lying? You look alike my cousin! She's just 11!"
Gue: *diem*

Gue nggak tau dan bimbang. Mau marah lha mbok sepele banget, mau tersipu kok kesannya gampang digombalin. Kan kalo gue yang 15 ini keliatan kayak 11 tahun, pasti deh, pas gue kepala enam, orang-orang bule itu ngira gue tiga puluhan.

Well, soal perbedaan ini, gue bisa jelaskan. Mungkin karena anak-anak Europe sana badannya gede dan udah kenal make up sejak kecil, pas gede mereka keliatan lebih dewasa. Sebagai orang Asia, gue bersyukur karena gue nggak boros muka:))

Tapi asemnya jadi orang Indonesia, pernah beberapa kali bule-bule *notabene European* yang ngotot gue ini orang Jepang, Korea, China, atau Vietnam. Gue lebih ngotot lagi gue orang Indonesia. Begitu mereka baca kata "Indonesia", rata-rata mereka nanya, "Umm, sorry? Where's it?"

Bahasa Inggris gue emang nggak parah, tapi nilai Geografi gue yang bermasalah. Kalo mau ngomong di antara benua Asia-Australia kok nggak spesifik, kalo dibilang deket Jepang jatohnya fitnah, kalo gue tulis letak astronomisnya... ntar dikira gue sok scientific. Ujung-ujungnya gue tulis, "Near Malaysia," atau, "Near Singapore." Parahnya, mereka tau Malaysia itu di mana! Gue langsung gerah dan biasanya langsung gue end conversation. Rasanya tuh... marah. Malaysia cuma sepersekian dari Pulau Kalimantan, tapi kenapa lebih dikenal?

Tapi itu masih mending. Para American beneran bikin tangan gue gatel pengin nyekek. Udah gatau, sok tau pula. Kayak pernah misalnya ada yang nanya, "How's Indonesia diplomatic relation with USA?" Yee, kepo banget? Dikira gue anaknya duta besar kali ya-_-.

But the worst of all, ada seorang bocah 14 tahun dari Montana yang nanya, "Eh, emang bener ye, orang Indonesia masih suka makan manusia? Seburuk itukah kemiskinan di sana?" Gue bales aja, "Yes, and you look nice for my dinner."

Itu belom seberapa. Ada orang yang begitu tau gue orang Indonesia, dia langsung nanya, "Are you Muslim?" dan begitu gue bales, "Yes," dia langsung end conversation. Gitu aja! Gue terpuruk dan langsung nyadar gue baru aja jadi korban rasisme!!!

*brb benerin dasi*

Hmm, tapi nggak semua orang Western itu pelit penghargaan gitu, lho. Gue punya beberapa temen dan kami masih berhubungan akrab sampe sekarang. Ada Sterling si Londonese tulen, Brooklyn dari Florida, Lili dari Wina, sama Rajavik dari India. Nah, yang terakhir tuh baiiikkk banget.

Entah kenapa, soal keramahan, orang Asia memang selalu selangkah di depan. Walau rata-rata negara berkembang, tapi penduduknya nggak miskin senyum. Apa mungkin, andai suatu saat Indonesia jadi negara maju, gue bakal gantian nanya, "Sorry, where's your country located?"