mercredi 22 août 2012

Bitter Honey part 1

Wajah Nata berapi-api. Dengan langkah cepat dibukanya gerbang rumah kosnya, lalu ia menghambur pada Rega yang sudah duduk manis di beranda dengan tangan mengepit gitar.

"Reg, Reg! Guess what, gue diajak jalan loh sama Rei! Berdua aja, pula!"

Rega menatap cewek itu, campuran geli dan frustasi. Padahal dia sudah menunggu nyaris dua jam di depan rumah gara-gara pintu Nata dikunci DAN setelah cewek itu nyampe rumah, tanpa basa-basi atau minimal nawarin minum, hujan deras kata-kata meluncur dari mulut Nata.

Dan satu... dua... tiga...

"Rei itu ternyata orangnya lucu, loh, Reg, childish gitu juga kayak lo. Gue nggak nyangka, ternyata di balik otot-ototnya yang square-square itu, dia masih suka nonton Phineas and Ferb! Trus dia bilang dia juga hobi gambar karikatur gitu. Lo mau liat nggak?" tanpa mendengar jawaban Rega, Nata mengaduk-aduk isi ranselnya yang berantakan dan mengeluarkan kertas sketchbook yang dirobek. "Ini diaaa gambarnya! Dia tau loh gue suka Harry Potter, makanya dia bikin karikatur Harry lagi nangkep Snitch! Liat deh Reg! Ada tanda tangannya pula. Ih, tuh cowok lucu banget sih...."

"Ta...." panggil Rega pelan, bosan, karena kalau nggak di-stop, mulut bawel Nata bisa mengoceh empat jam tanpa henti. "Woi, gue laper nih!"

"Laper?" kelopak mata Nata yang besar seperti kelopak bunga matahari membulat. Detik berikutnya, Nata menabok jidatnya yang mendapat gelar kehormatan "jidat lapangan bola" oleh orang-orang. "Oh iya! Lo udah nunggu dari tadi kan ya? Aduh maap maap gue lama. Lo belom lumutan, kan?" Nata langsung bangkit dan merogoh kunci rumah dari saku celana, lalu membuka pintu.

Rega bangkit dan mengekor Nata. "Paling bentar lagi karatan," angguknya kalem. Nata menatapnya hopeless, nyaris ketawa.

"Lo tunggu di sini bentar yaa, perasaan gue masih nyimpen daging hot dog, deh," Nata menggumam nggak jelas sambil menuding sofa, lalu melempar ranselnya ke furnitur itu dan menendang Converse-nya asal-asalan. Tanpa malu-malu dilepasnya jeans, menampilkan celana kodorai biru tiga per empat. Berikutnya Nata menanggalkan pullover abu-abunya, menyisakan kaus chic putih.

Rega cuma menonton semua itu sambil geleng-geleng kepala dan iseng-iseng memetik gitar. Kalo orang, terutama cowok, ngeliat kegiatan Nata di dalam rumah kayak gimana, dia berani jamin mereka pasti langsung ilfeel. Tapi Rega sudah berteman dengan Nata nyaris dua tahun lamanya. Di kelas sembilan, Rega yang anak baru sebangku dengan Nata.

Segala hal yang bisa ia pikirkan kalau ditanya opini tentang Nata bisa dirangkum menjadi satu kata singkat, "Ekstrovert!" Padat, singkat, jelas, kayak ngisi soal ulangan. Cewek itu mungkin cewek paling blak-blakan yang pernah ditemuinya. Bayangin aja, di hari pertama Rega kenalan sama Nata, cewek itu menawarinya pancake, dan setelah Rega menerimanya, Nata langsung mencerocos, "Lo tau nggak, sopir gue lebih jago masak daripada si Mbak, loh! Sopir gue tuh bisa bikin steak sama roti cane, eh tapi dulu pernah dikasih uang buat bikin, masa dia malah nraktir temen-temennya yang tukang bajaj! Kurang asem apa coba? Terus blablablabla..." Rega cuma bisa bengong dengan rahang nyaris jatuh.

Dulu sih, Rega pikir Nata cuma cewek genit yang tiap lima menit sekali ngelirik kaca buat ngebenerin rambut, tapi ternyata dia seratus persen salah. Nata beda banget sama cewek-cewek di lingkungannya. Selain selalu menjadi favorit para cowok buat dikerjain abis-abisan dengan trademark "Jipang" alias Jidat Lapang, Nata juga selalu jadi tempat curhat anak-anak cewek. Dia hampir nggak pernah ngegosipin orang, kecuali ya, itu tadi, tentang sopirnya yang lebih punya talent dibanding kokinya.

Cewek itu sendiri juga superaktif, kata singkat yang merujuk pada supersibuk. Mungkin saking kebanyakan talenta. Nata lihai dalam berdebat, gampang dalam menghafal, jago Matematika, dan punya segudang ide kreatif yang membuatnya jadi kecintaan teman-teman sekelas dadakan pas ulangan Kesenian. Satu hal lain yang bikin Rega makin kagum padanya adalah fakta kalau Nata udah bisa nyari uang sendiri dengan semua talenta itu.

Mungkin karena keekstrovertannya itulah, Nata gampang akrab sama semua orang, tapi Rega tahu dari semua teman-temannya, dirinyalah yang paling Nata percaya. Kalo bukan dia, mana mungkin Nata sampe bela-belain ke rumahnya cuma buat minta tolong menyimpulkan dasi SMP-nya? Mana mungkin Nata selalu minta sepuluh menit setiap hari untuk bisa catch up dan curhat sepuas-puasnya pada dirinya? Mana mungkin Nata selalu menggandengnya jadi partner kalau ada tugas kelompok? Mana mungkin....

"Hoi! Bengong lagi, ntar kesambet lho!"

Lamunan Rega buyar dan ia mendongak ke Nata yang sudah duduk manis di sampingnya. Lagi-lagi. Rambut cewek itu tetap membandel keluar kunciran, tapi Rega tahu itu adalah ciri khas Nata. Menguncir rambut asal-asalan dan menjepit poni ke samping kanan, fanatik dengan merk Converse, selalu memakai jeans, kaus chic, dan pullover beragam. Selalu begitu. Tapi jangan salah sih, Rega tahu jeans Nata berwarna-warni, dan untung kaus, ia tahu betul warna netral adalah warna favorit cewek itu. Sedangkan pullover, Rega sampai hafal urutan warna yang dipakai Nata setiap pulang sekolah. Biru untuk hari Senin. Abu-abu untuk Selasa, merah marun untuk Rabu, turkois untuk Kamis, hijau lumut untuk Jumat.

"Yeee, nih anak, tadi bilangnya laper, sekarang malah planga-plongo kayak sapi ompong gitu. Regaaa, nanti keburu dingin tuuuh!"

Buru-buru Rega mengambil hot dog-nya dari piring, lalu memakannya. Nata sama sekali nggak bisa masak dan itu mungkin kelemahan terbesarnya yang paling nyata, di samping cewek itu juga bego olahraga, tapi Nata selalu jago me-mix and match bahan-bahan beku yang ada di kulkas untuk dijadikan pengganjal perut.

"Eh, gue ada PR Bahasa Prancis nih, susah banget. Reg, nanti bantuin gue yaaa," Nata berujar ringan, sok manis. Ciri khas yang juga Rega hafal luar kepala kalau Nata ada maunya.

"Kalo gue nggak mau, gimana?" Rega membalas datar, menikmati ekspresi ceming Nata. Cewek itu memang paling gampang dikerjain. Gampang percaya sama orang.

Satu, dua, tiga.... Dan meledaklah tawa Rega. "Aduh, duh, duh, jelas gue bantuin lah, Nata, lo itu gampang banget sih dipelonco!"

"Reg, nggak lucu tau nggak!" Nata merengek nggak suka. "Gue udah lupa sama apa yang waktu itu pernah kita pelajarin, sumpah. Gurunya bikin gue salah fokus total. Sok seksi banget sih, bikin gue enek. Padahal lo tau kan, gue ini..."

"Ya, ya, ya..." Rega melanjutkan mengunyah hot dog-nya. Melihat pipi Nata yang menggembung sok ngambek, Rega tak tahan untuk tidak menjawil rambutnya, menarik kepalanya untuk menyender di bahunya. Rega udah biasa banget sama gerakan ini, dan baik dia maupun Nata sama sekali nggak risih.

"Lo baru digituin aja udah percaya. Pantesan aja lo dibooing mantan-mantan lo mulu."

"Ih, nyumpahin ya?" Nata menarik badannya dari Rega, lalu kembali bersedekap, gimik yang sudah Rega kenal kalau-kalau Nata mulai bete.

"Bukannya nyumpahin sih, ngingetin doang," Rega menyanggah santai. "Lo itu terlalu polos dan terlalu ramah, makanya orang-orang pada suka salah paham. Mereka pada ngira lo naksir mereka. Dan giliran lo bener-bener naksir mereka, yang lo taksir itu udah tau titik lemah lo, trus lo dimainin, deh...."

"Sadis lo! Masa iya gue sebego itu, sih," Nata