dimanche 11 juin 2017

Salah Kaprah Mencintai Tuhan

I know, I know. This title is rather controversial. I won't be surprised to see one or two people saying rude things in the comment. But one wise writer said, "Write in a way that scares you a little."

Selain dipicu naiknya isu radikalisme dan intoleransi di Indonesia, dan tren spektrum kanan di politik berbagai negara dunia, saya baru-baru ini mengalami perbincangan seperti ini:
R: Aku bikin teman-temanku telat naik kereta.
E: Lho, kenapa?
R: Mereka ngotot nunggu aku salat Jumat.
E: Bagus, dong. I've never witnessed quite a solid friendship for a long time.
R: Ada satu orang yang nggak suka. Dia bilang, "Kamu terlalu takut sama Tuhan."
Jleb. Pernyataan orang yang direferensikan teman saya membuat dada saya berdegup. Saya agak maklum, sebetulnya, dengan nosi seperti itu. Mengingat teman saya ini Muslim yang tinggal di Eropa, dan orang yang memprotesnya beribadah itu atheis. NOT that all atheists act that way. Tapi pernyataan itu menyisakan pertanyaan yang membuat saya gundah.

Apakah ada sesuatu yang dinamakan "terlalu takut sama Tuhan"? Atau, "terlalu cinta sama Tuhan"? Sampai-sampai kita melupakan pola komunitarianisme yang menekankan agar kita mementingkan greater goods?

Saya tinggal di keluarga yang cukup religius, dan orangtua saya menyarankan agar saya memilih pemimpin yang seagama dengan saya di pemilu Jakarta tempo hari. Sewaktu saya menunjukkan penolakan, dan berargumen pemimpin pilihan saya lebih capable membangun kota dan memberantas korupsi, adik saya (yang belum punya hak suara, btw) nyinyir bertanya, "Jadi lo nggak mau mematuhi perintah Tuhan? Lebih pilih kehidupan dunia daripada akhirat?"

Duh, retorik sekali pertanyaan itu. Orangtua saya yang moralis garis keras pasti mengekspektasikan saya menjawab, "Ya akhirat lah ya." Saat itu, saya hanya bungkam. Argumen saya, jika saya salah memilih pemimpin dan kota saya kembali ke titik minus dalam hal pembangunan, apakah saya tidak kena dosa juga? Jika pilihan saya salah, dan saya secara tidak langsung membuka peluang untuk korupsi yang kian merajalela dan kesenjangan sosial yang meluas, apakah Tuhan tidak menotifikasi bahwa itu juga kesalahan saya? Bukankah, pada akhirnya, semuanya kembali pada dosa apa yang kita pilih?

Saya tahu, posisi keluarga saya dalam isu tersebut didorong kecintaan mereka pada Tuhan, selain media yang parsial. Tapi bukankah cara untuk mencintai Tuhan tidak selalu saklek atau tunggal? Apakah mengutamakan kepentingan bersama, dengan peduli pada ciptaan-Nya, bukan cara untuk mencintai-Nya?

Pernah saya bertemu orang yang sekiranya lucu dan kontradiktif. Dia adalah orang yang sangat religius, tapi hobi melakukan pelecehan seksual. Beberapa orang yang saya kenal pernah menjadi korban. Suatu saat saya pernah mendengarnya berkata, "Yang penting kamu salat dan ngaji, biar Allah sayang kamu terus!" pada cucunya. Saya memandang itu lucu, bagaimana dia menghormati Tuhan tapi tidak menghormati ciptaan-Nya. (Masa iya sih, kalau kamu mengaku sayang pada ayahmu, kamu dengan sengaja, katakanlah, mengempeskan ban mobilnya?) Apakah dengan salat dan ngaji saja, tanpa berkelakuan baik pada orang lain, cukup membuatnya dicintai Tuhan?

Seorang senior pernah berkata bahwa Tuhan itu dualis, dan saya setuju. Di agama saya, Tuhan menurunkan ayat tentang hukuman, tapi ada juga ayat tentang pengampunan. Dia menyediakannya secara utuh, tetapi membiarkan kita, dengan akal sehat kita, memilih ayat mana untuk diimplementasikan pada situasi seperti apa. It varies and it's amazing, really, to think people can choose differently using the same holy source. Why don't we embrace the amazing-ness of it instead of endlessly fighting over it?

Menurut saya, orang-orang yang ngotot bahwa hanya ada satu cara mencintai Tuhan itu salah kaprah. Dan itu juga yang membuat pemikiran para radikal agama salah kaprah. Bila kita semua percaya bahwa Tuhan itu satu, kenapa harus terganggu dengan orang yang memiliki agama berbeda? Bukankah semua agama adalah jalan untuk menuju Dia, dan pada akhirnya, Dia yang menentukan jalan yang paling benar? Kenapa harus memaksakan bahwa jalan kita adalah jalan yang paling benar?

Maybe everyone loves differently. Maybe it's all that matters. You have your own choice, so do other people. Nobody's wrong in this matter, unless you're goody-two-shoes who compels the others to follow your choice.

Image result for is different ok different is great gif
Image result for is different ok different is great gif

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire