jeudi 22 décembre 2011

Unspoken words I wanna say to my parents

Bayangkan, bila suatu hari,
Tuhan memanggil kedua orangtuamu.
Kau yang berada di sekolah, ditelpon dan pulang.
Dan kau melihat raga dua orang yang kaucintai terbujur kaku.

Apa kau sudah memikirkan kebaikan mereka selama ini?
Apa kau sudah membalas segala pengorbanan mereka selama ini?
Apa kau sudah menghitung jumlah tetes keringat yang mereka keluarkan demi membesarkanmu?

Mama, jika bukan karenamu,
aku tak akan bisa duduk di sini dan menulis puisi ini.
Jika bukan karena kedisiplinanmu,
aku tak akan tahu satu tambah satu sama dengan berapa.
Jika bukan karena ketegasanmu,
aku akan jadi anak lemah yang mudah ditindas.
Jika bukan karena kasih sayangmu,
aku tak akan sekuat ini.
Tapi biarkan anakmu yang kuat ini menangis, Ma,
memikirkan apa yang telah kaukorbankan,
namun belum bisa kubalas sepenuhnya.

Kau selalu memasakkanku makanan walau aku sering tak memakannya.
Kau selalu menyelipkan doa di tiap sujudmu, walau aku sering malas mengangkat tangan untuk mendoakanmu.
Kau selalu berkata, "Hati-hati di jalan, Nak," sebelum aku berangkat sekolah, namun di jalan, aku mengabaikan pesan-pesannya.

Saat aku masih bayi, kau yang selalu berada di dekatku,
waktu aku yang lemah ini tertidur dibalik kaca dingin inkubator.
Dan saat aku sakit, kau yang akan begadang walau matamu sudah mengantuk,
demi merawatku, memastikanku tetap stabil.

Sembilan bulan kau mengandungku,
dua tahun kau menyusuiku,
dan sampai sekarang, kau masih merawatku.
Namun kau tak meminta imbalan, TAK PERNAH.
Kau hanya berharap putrimu yang manja ini bisa menjadi orang yang berguna,
bisa menjadi ahli yang terbaik di bidangnya.
Maafkan aku, Ma, karena aku belum bisa menjadi yang terbaik untukmu.
Tapi suatu saat, aku janji aku akan....

Dan Ayah, jika bukan karenamu,
aku tak akan mempunyai daya untuk menulis puisi ini.
Jika bukan karena ilmumu,
aku tak akan berpikir kritis,
aku tak akan berdiri tegak kala bicara di depan majelis.
Jika bukan karena kebijakanmu,
aku akan jadi orang kejam tak berperikemanusiaan.
Tapi biarkan putrimu yang kritis ini menangis, Yah.
Memikirkan tenaga yang kaukeluarkan demi kebutuhanku,
yang belum kubalas seutuhnya.

Kau selalu menasihatiku walau aku sering mengabaikannya.
Kau selalu mengingatkanku untuk shalat, belajar, dan mengaji walau kujawab, "Nanti, ah," sebagai balasannya.
Kau selalu mengantarku ke mana-mana, menungguku,
dan saat aku menoleh, kau masih ada di sana, di belakangku.
Membuatku merasa aman dan terlindungi.

Saat aku masih kecil, aku selalu bermanja padamu.
Aku selalu menangis tiap kau tak ada.
Aku selalu mengadukan kekesalanku, dan kau selalu ada untuk merangkulku dan menenangkanku.

14 tahun kau membanting tulang untukku.
Tak terhitung tetes peluh yang kau keluarkan untuknya.
Kau selalu bangga tiap kau berkata, "Ini anakku, dan dia akan lebih hebat dari ayahnya kelak."
Dan Ayah, bila kau tidak membisikkan kata-kata syahadat,
yang kauselipkan di dalam kumandang suara adzan ketika aku lahir,
mungkin aku adalah manusia ateis tanpa agama.
Yang tersesat di jalan kehidupan nan berliku ini.
Tapi kau yang mengarahkanku, kau menuntunku.
Kau-lah horizonku, Yah.
Maafkan aku, Yah, aku belum bisa lebih hebat darimu.
Tapi pegang kata-kataku, suatu saat aku pasti melakukannya....

Ma, Yah, sejuta kata-kata tak akan mengimbangi rasa cintaku.
Sejuta rangkaian kalimat tak akan menandingi rasa terima kasihku.
Maaf, untuk sekarang hanya ini yang bisa kuberikan.
Tapi percayalah, suatu saat,
aku akan jadi yang terbaik,
aku akan jadi lebih baik.
Dan kalian akan menangis haru,
lalu berucap bangga, "Dia Esa Khairina dan dia putriku."


Dedicated to my parents, especially my mother.
Happy Mother's Day, Mom, and all Mothers in this whole world =)

22/12/2011
7:13 a.m.
Esa Khairina.

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire